Kamis, 04 Agustus 2011

Kelemahan Pendataan Dan Pencatatan Aset Negara/Daerah




Reformasi Pengelolaan Keuangan telah menyebabkan perubahan fundamental terhadap tata cara pertanggungjawaban anggaran bagi daerah (Kab/Kota/Prov), yaitu dari pengelolaan anggaran secara tradisional kepada pengelolaan anggaran berbasis kinerja. Pemerintah Daerah harus memperhitungkan anggaran surplus dan defisit melalui pos pembiayaan dan laporan keuangan yang disajikan berdasarkan Standar Akuntasi Pemerintahan (PP Nomor 24/2005), yaitu; Laporan Keuangan yang terdiri atas Laporan Realisasi Anggaran (LRA); Neraca; Laporan Arus Kas (LAK) dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

Nilai perolehan aset dalam neraca daerah merupakan aktiva tetap yang mempengaruhi akuntabilitas Neraca. Salah satu hal yang menjadi catatan BPK yang akan mempengaruhi Opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah adalah menyangkut kelemahan administrasi atas aset, termasuk pemindahan aset dari pusat ke daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.

Berdasarkan data hasil audit BPK secara nasional terhadap penilaian akuntabilitas keuangan pemerintah daerah tahun 2008 menunjukkan opini Wajar Dengan Pengecualian ”WDP” pada 217 Prov/Kab/Kota; Tidak Memberikan Pernyataan ”Disclaimer” pada 47 Prov/Kab/Kota; Tidak Wajar pada 21 Prov/Kab/Kota; dan hanya 8 Prov/Kab/Kota Wajar tampa Pengecualian ”WTP” (sumber : LKPP pada sosialisasi Rancangan Perpres 2010. Semarang, Oktober 2009).

Lebih lanjut lagi, kelemahan pendataan dan pencatatan aset Negara/Daerah telah berkembang menjadi komoditas politik yang menyudutkan posisi pemerintah. Akibat dari kelemahan tersebut, BPK bahkan ”Tidak Memberikan Opini” atas laporan keuangan beberapa Departemen (sumber: Irjen Depdagri pada Rakor Pengawasan Nasional, Jakarta, Desember 2008).

Oleh : Ganis Hari Saktiyono

0 komentar:

Posting Komentar