Jumat, 06 April 2012

Perlunya Dukungan dan Perubahan Mindset Terhadap Sistem Informasi



Sistem Informasi berkembang demikian pesat disegala aspek kehidupan, termasuk dalam mendukung proses pelayanan kepada masyarakat oleh Pemerintah. Banyak jenis Sistem Informasi yang sudah dilaksanakan seperti Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD), Sistem Pelaporan Keuangan (Simda) dan beberapa sistem Pengumpulan data statistik perikanan.

Beberapa tahun belakang bahkan Departemen Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya mengembangkan Sistem Informasi Geografis dengan melatih beberapa petugas operator di seluruh Provinsi dan memberikan bantuan komputer (sumber : http://syopian.net/blog). Apabila program ini berjalan dengan baik, tentunya akan sangat bermanfaat terhadap penyediaan data yang akurat, uptodate dan sangat informatif mengingat memuat informasi secara spasial. Sayangnya program ini banyak menemui kendala dalam pelaksanaan di daerah, mulai dari persoalan SDM, infrastruktur maupun ketersediaan data spasial yang dibutuhkan.

Persoalan ini ternyata masih menjadi masalah utama dalam penerapan berbagai model sistem informasi dalam mendukung kinerja pemerintah. oleh karena itu, perlu usaha keras seluruh stakeholders, perubahan mindset terhadap sistem informasi dan dukungan anggaran yang memadai demi penerapan sistem informasi yang lebih baik.

Pilar - Pilar Penunjang Pelaksanaan SIPKD




Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah SIPKD adalah aplikasi terpadu yang dipergunakan sebagai alat bantu pemerintah daerah yang digunakan meningkatkan efektifitas implementasi dari berbagai regulasi bidang pengelolaan keuangan daerah yang berdasarkan pada asas efesiensi, ekonomis, efektif, transparan, akuntabel dan auditabel.

Aplikasi ini juga merupakan salah satu manifestasi aksi nyata fasilitasi dari Kementerian Dalam Negeri kepada pemerintah daerah dalam bidang pengelolaan keuangan daerah, dalam rangka penguatan persamaan persepsi sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah dalam penginterpretasian dan pengimplementasian berbagai peraturan perundang-undangan.

Untuk keberhasilan pelaksanaan SIPKD di Daerah harus didukung oleh 4 Pilar utama :

1. Regulasi

SIPKD sebagai alat bantu pelaksanaan APBD merupakan penerapan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Kaidah yang dipakai untuk proses dan hasil output telah sesuai dengan Regulasi dan Peraturan terkini.

2. Organisasi

Pelaksana SIPKD melibatkan semua Organisasi (SKPD/SKPKD) dalam pemerintah Daerah/Kota. Melibatkan fungsi Anggaran (TAPD), Bendahara (Penerimaan, Pengeluaran dan BUD) serta fungsi Pelaporan SKPD maupun Pemda sehingga diperlukan koordinasi yang sinergi antar organisasi yang terlibat.

3. Sumber Daya Manusia

SDM sebagai penggerak Aplikasi SIPKD harus disiapkan secara handal sehingga dapat memahami kaidah yang benar dalam mengelola keuangan dan barang daerah serta trampil dalam mengoperasikan aplikasi ini.

Sangat dibutuhkan komitmen yang kuat oleh Organisasi dan SDM sebagai user.

4. Teknologi

Semua pilar di atas akan berdiri dengan kokoh apabila didukung oleh Teknologi IT yang handal dan Sistem Administrator yang capable serta profesional.

Oleh : Nur Arifin

Rabu, 04 April 2012

Kenapa IT ? IT Bukan Tuhan...





IT bukan Tuhan...dan kita tidak pantut menuhankan IT, tetapi kita patut bersyukur bahwa Tuhan telah menciptakan insan manusia dengan kecerdasan untuk bisa menemukan Teknologi Informasi (IT).

Ada anggapan bahwa tidak semua kaidah dapat diterjemahkan oleh IT atau IT tidak bisa menfasilitasi kegiatan tertentu karena mempunyai kaidah sendiri. Tetapi perlu kita ketahui bahwa tanpa sadar banyak hal kecil dan remeh terbantu oleh IT apalagi hal luar biasa besar. IT hanya merupakan alat bantu, sekali lagi alat bantu bukan Tuhan... Alat bantu ini akan benar-benar bisa membantu apabila secara cerdas kita dapat menerjemahkan sistem dan mekanisme kerja kita untuk dikompilasi dalam bahasa IT. Bukankan kaidah itu dapat kita artikan sebagai aturan atau regulasi? dan aturan atau regulasi itu pasti jelas, baku, mengikat, mengatur yang melegitimasi prosedur kerja. Sehingga secara sederhana dapat diartikan bahwa setiap kegiatan pasti jelas aturannya sehingga mempunyai kaidah yang jelas tinggal kita bisa jelas tidak dalam menerjemahkan ke sebuah sistem informasi secara jelas... itulah tantangan kita.

Perkembangan teknologi yang begitu cepat telah merubah mekanisme pemerintahan baik nasional maupun dunia. Perubahan mekanisme ini terlihat melalui penerapan teknologi informasi (IT) untuk urusan pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah memfokuskan diri pada teknologi, khususnya pengembangan Electronik Government (e-Government) yang dapat memberikan pelayanan kepada semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat pada umumnya.

Konsep e-Government adalah penggunaan IT melalui internet yang bertujuan untuk memperbaiki mutu dan kualitas pelayanan. Pemerintah dapat lebih efektif dan efisien dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat apabila ditunjang dengan penggunaan IT untuk menjalankan tugasnya sebagai abdi negara.

Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-government adalah peraturan yang menangani masalah strategi pengembangan e-Government di lingkungan pemerintahan Indonesia. Inpres tersebut menjadi landasan hukum bagi instansi pemerintahan dalam menerapkan pelaksanaan kebijakan dan strategi pengembangan e-Government.

Wacana e-government sebenarnya bukanlah hal yang baru. Sudah banyak beberapa negara yang telah menerapkannya. Demikian juga dengan beberapa daerah dan instansi di Indonesia. Namun, institusi-institusi tersebut ternyata belum dapat memahami e-government dalam konteks kerangkanya yang utuh. Fenomena yang terjadi mengesankan bahwa e-government tidak lebih dari sekadar menggunakan komputer di kantor untuk mengetik dan mencetak atau membuat aplikasi website di internet yang dapat dinikmati oleh publik. Pemahaman tersebut hanya merupakan bagian dari kerangka e-government. E-government harus dipandang sebagai sistem birokrasi yang menuntut transparansi, akuntabilitas, dan perubahan pola pikir untuk memberikan pelayanan publik yang berkualitas.

Inilah momentum yang tepat bagi kita untuk belajar dan mengembangkan kualitas layanan terhadap masyarakat dengan teknologi informasi, mengintegrasikan dan mensinergikan percepatan IT dalam membantu mewujudkan reformasi birokrasi di Indonesia.

E-government, sekali lagi, bukanlah cara yang paling efektif. Namun demikian, metode ini nyata terbukti efektif dan effiesien dapat mengurangi banyak hambatan birokrasi yang terjadi dalam suatu sistem pemerintahan.

Apa pendapat Saudara?? selagi kebebasan berpendapat dilindungi Undang-Undang. Silahkan poskan komentar di bawah !

Selasa, 20 Maret 2012

Sangsi Penundaan Penyaluran DAU TA 2012



Gambar upload : 29/02/2012 13:49

Menurut situs resmi dari http://www.djpk.depkeu.go.id bahwa sesuai amanat PP Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 65 Tahun 2010, Pemerintah Daerah (Pemda) wajib menyampaikan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Perda APBD) Tahun Anggaran 2012, kepada Menteri Keuangan c.q. Dirjen Perimbangan Keuangan. Dalam PP tersebut juga diatur sanksi atas keterlambatan penyampaian IKD berupa penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU). Sanksi akan dicabut kembali setelah Pemerintah Daerah menyampaikan Perda APBD dimaksud kepada Menteri Keuangan cq DJPK.

Perihal pengenaan sanksi atas keterlambatan penyampaian APBD bertujuan untuk mendorong pemda agar menetapkan Perda APBD tepat waktu, sehingga pembangunan di daerah dilaksanakan secara berkelanjutan.

Menurut http://www.djpk.depkeu.go.id, daerah yang dikenakan sanksi adalah:
1. Kab. Aceh Tenggara
2. Kab. Aceh Jaya
3. Kab. Tanah Karo
4. Kab. Langkat
5. Kab. Padang Lawas
6. Kab. Indragiri Hilir
7. Kab. Lebong
8. Kab. Bengkulu Tengah
9. Kab. Pesawaran
10. Kab. Blora
11. Kab. Pati
12. Kab. Alor
13. Kab. Sarmi
14. Kab. Mappi
15. Kab. Puncak
16. Kab. Teluk Wondama

Pemanfaatan Sistem Komandan sebagai media untuk mengirimkan data softcopy APBD 2012 secara online sudah dilakukan upload pada 29 Peb 2012 seperti tampilan gambar di atas.

Sabtu, 29 Oktober 2011

Sistem Komunikasi dan Manajemen Data Nasional (Komandan) Sistem Informasi Keuangan Daerah



Dengan terbitkannya PP Nomor 56 Tahun 2005 yang telah dilakukan perubahan dengan PP 65 Tahun 2010 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah dalam hal ini Kementrian Keuangan sebagai penyelenggara SIKD Nasional, kemudian Kementrian Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor:46/PMK.02/2006 yang telah dilakukan perubahan dengan PMK Nomor:04/PMK PMK.07/2011 tentang Tata Cara Penyampaian Informasi Keuangan Daerah sebagai tujuan dari penyampaian informasi keuangan daerah (IKD) dari pemda ke DJPK, dan SE DIRJEN PK tentang Tata Cara Teknis Penyampaian IKD melalui Komandan SIKD No:03/PK/2011 (sebagai sarana standardisasi elemen data IKD yang disampaikan ke Pusat) sebagai sarana penyampaian IKD melalui Komandan SIKD.

Sistem Komandan SIKD adalah suatu system informasi sebagai sarana menyampaikan informasi keuangan daerah dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah sesuai amanat Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan maupun Peraturan Menteri Dalam Negeri.

Guna mendukung penyampaian IKD, yang lebih cepat, tepat, lebih efisien, mulai tahun 2010, DJPK telah membangun suatu sistem aplikasi yang fungsinya membaca data elektronik yang merupakan output SIKD Pemerintah Daerah.

Sistem aplikasi tersebut dinamakan Komunikasi dan Manajemen Data Nasional (KOMANDAN) SIKD. Sistem Komandan SIKD merupakan sebuah aplikasi berbasis website sehingga dapat diakses dimana saja dengan mudah sepanjang tersedia jaringan internet.

Data softcopy yang dikirim adalah APBD dan Laporan Realisasi Anggaran (LRA):
- APBD 2012
- LRA 2010 dan 2011 (Format Permendagri 13/2006);
- LRA dengan format SAP agar dikonversi terlebih dahulu sesuai dengan “Spesifikasi File Data Komandan”

Kamis, 04 Agustus 2011

11.31 - No comments

Subtansi Reformasi PKD Tidak Bisa Lepas Dari Pengelolaan Aset Daerah





Agenda reformasi Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD) tentu terkait dengan langkah dan tindakan mengelola Aset Daerah, dengan kata lain kebijakan APBD yang terstruktur sejak perencanaan, pengadaan sampai dengan evaluasi, akan berakibat pada realisasi belanja barang (aset) yang menambah kekayaan daerah. Oleh karena itu Akuntabilitas anggaran belanja barang daerah, dalam pelaksanaannya tidak lepas dari keberadaan barang itu sendiri sebagai wujud penggunaan anggaran yang harus dapat dipertanggungjawabkan secara fisik, pemanfaatan dan penatausahaannya.

Subtansi reformasi PKD tidak bisa lepas dari pengelolaan aset daerah secara baik, benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Reformasi PKD merupakan urutan langkah terstruktur dalam satu lingkaran besar ”kebijakan daerah dalam mengelola keuangannya” sehingga reformasi PKD akan mencapai tujuan subtansinya apabila keseriusan dan perhatiannya terhadap pengelolaan aset daerah merupakan bagian dari agenda reformasi PKD itu sendiri.

Peraturan menteri dalam negeri nomor 17 tahun 2007 tentang pedoman teknis pengelolaan barang milik daerah, salah satu tugas fungsi Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Magelang adalah membantu Sekretaris Daerah dalam melaksanakan tertib pengelolaan aset daerah (BMD) melalui tugas fungsi Bidang Pengelolaan Aset yaitu mengkoordinir dan menjamin berjalannya siklus pengelolaan kekayaan daerah yang mencakup kegiatan: 1) Perencanaan kebutuhan dan penganggaran. 2) Pengadaan. 3) Penerimaan, penyaluran dan penyimpanan. 4) Penggunaan. 5) Penatausahaan. 6) pemanfaatan. 7) Pengamanan dan pemeliharaan. 8) Penilaian dan penghapusan.9) Pemindahtanganan. 10) Pembinaan, pengawasan dan pengendalian. 11) Pembiayaan dan tuntutan ganti rugi.

Oleh : Ganis Hari Saktiyono

Kelemahan Pendataan Dan Pencatatan Aset Negara/Daerah




Reformasi Pengelolaan Keuangan telah menyebabkan perubahan fundamental terhadap tata cara pertanggungjawaban anggaran bagi daerah (Kab/Kota/Prov), yaitu dari pengelolaan anggaran secara tradisional kepada pengelolaan anggaran berbasis kinerja. Pemerintah Daerah harus memperhitungkan anggaran surplus dan defisit melalui pos pembiayaan dan laporan keuangan yang disajikan berdasarkan Standar Akuntasi Pemerintahan (PP Nomor 24/2005), yaitu; Laporan Keuangan yang terdiri atas Laporan Realisasi Anggaran (LRA); Neraca; Laporan Arus Kas (LAK) dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

Nilai perolehan aset dalam neraca daerah merupakan aktiva tetap yang mempengaruhi akuntabilitas Neraca. Salah satu hal yang menjadi catatan BPK yang akan mempengaruhi Opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah adalah menyangkut kelemahan administrasi atas aset, termasuk pemindahan aset dari pusat ke daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.

Berdasarkan data hasil audit BPK secara nasional terhadap penilaian akuntabilitas keuangan pemerintah daerah tahun 2008 menunjukkan opini Wajar Dengan Pengecualian ”WDP” pada 217 Prov/Kab/Kota; Tidak Memberikan Pernyataan ”Disclaimer” pada 47 Prov/Kab/Kota; Tidak Wajar pada 21 Prov/Kab/Kota; dan hanya 8 Prov/Kab/Kota Wajar tampa Pengecualian ”WTP” (sumber : LKPP pada sosialisasi Rancangan Perpres 2010. Semarang, Oktober 2009).

Lebih lanjut lagi, kelemahan pendataan dan pencatatan aset Negara/Daerah telah berkembang menjadi komoditas politik yang menyudutkan posisi pemerintah. Akibat dari kelemahan tersebut, BPK bahkan ”Tidak Memberikan Opini” atas laporan keuangan beberapa Departemen (sumber: Irjen Depdagri pada Rakor Pengawasan Nasional, Jakarta, Desember 2008).

Oleh : Ganis Hari Saktiyono